(sebuah
pendapat)
Tahun 2005, Ketua Umum KONI Jawa Timur mengedepankan
program JATIM 100 dan meraih sukses prestasi gemilang pada pelaksanaan Pekan
Olahraga Nasional (PON) XVII 2008 di Samarinda, Kalimantan Timur sebagai juara
umum dengan meraih 139 emas, 114 perak, dan 112 perunggu. Di atas perolehan
medali DKI Jakarta yang harus puas di peringkat ke dua dengan perolehan medali
sebanyak 122 emas, 118 perak, dan 123 perunggu.
Awal Tahun 2010,
Ketua Umum KONI Jawa Timur telah meluncurkan program lanjutan dengan nama “JATIM 100 II”. Mencermati motto tersebut, tersirat keinginan yang sangat mendalam untuk
disikapi bagi seluruh Pengurus Provinsi cabang olahraga. Kandungan makna
yang tersirat adalah selain harus memperoleh
minimal 100 medali emas pada
pelaksanaan PON XVIII 2012 di Provinsi Riau dengan predikat tetap
mempertahankan mahkota prestasi sebagai juara umum, Pengurus Provinsi cabang olahraga juga mempunyai tugas untuk mampu mewujudkan prestasi
emas atletnya disetiap even kejuaraan
(single event).
Makna
yang terkandung dalam program JATIM
100 II tersebut merupakan keinginan
Ketua Umum KONI Jawa Timur, yang sangat mulia dan perlu didukung oleh seluruh
anggota KONI Jawa Timur termasuk seluruh Pengprov. cabang olahraga Jawa Timur. Apalagi bila ditinjau dari kondisi sementara yang
ada, posisi prestasi olahraga nasional pada pelaksanaan SEA Games XXV – 2009
di Laos berada pada urutan ketiga. Jawa Timur tidak hanya akan memasok sebanyak-banyaknya atlet, tetapi
juga berupaya menelurkan atlet yang mampu menjadi yang terbaik di tingkat
nasional dan internasional.
Keberhasilan dalam
meraih beragam prestasi di beberapa even
olahraga tersebut, menimbulkan beberapa pertanyaan yang sangat mendasar
tentang kemajuan pembangunan di bidang olahraga. Apakah perolehan medali atlet Jawa Timur yang
dihasilkan dari berbagai kejuaraan single event dan multi event, seperti
Kejuaraan Nasional cabang olahraga, Pekan Olahraga Nasional (PON) sudah dapat
dikatakan bahwa Jawa Timur telah berhasil dalam memajukan pembangunan di bidang
olahraga ?. Cenderung, ukuran kemajuan
pembangunan olahraga suatu daerah selama
ini didasari dari jumlah medali yang diperoleh pada kompetisi olahraga. Padahal
jika dikaji secara mendalam ukuran tersebut cenderung berisifat semu dan
manulatif. Karena ukuran tersebut tidak menggambarkan kondisi pembangunan
olahraga yang sebenarnya (Penduan
pelaksanaan pengumpulan data SDI nasional 2007, Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga RI, halaman 1). Hal ini lebih dijelaskan dalam buku tersebut,
bahwa suatu daerah yang memperoleh medali terbanyak dalam PON, tidak serta
merta dapat dijastifikasi bahwa daerah yang bersangkutan maju pembangunan
olahraganya. Bagaimana jika sejumlah medali tersebut diperoleh dari sejumlah
atlet yang “dibeli” dari daerah lain ? bagaimana halnya karena alasan gengsi,
tuan rumah harus menjadi juara umum dengan menghalalkan segala cara ? jika
demikian halnya, apakah jumlah medali menjadi ukuran yang akurat dan terpercaya
untuk menilai keberhasilan pembangunan olahraga ?
Medali secara faktual
memang merupakan ukuran keberhasilan, namun hanyalah sebagian, dan bukan
segala-galanya. Selain itu, bangunan olahraga sebagai sebuah sistem bukan hanya
menyangkut olahraga prestasi saja, tetapi juga olahraga rekreasi dan olahraga
pendidikan. Sementara dua bangunan olahraga tersebut tidak harus berujung pada
prestasi olahraga.
Sejalan dengan
perubahan arah kebijakan pembangunan nasional dari sentralisasi menuju
disentralisasi dan dengan telah diberlakukannya Undang-undang No. 3 tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional, kita dan seluruh pelaku olahraga
hendaknya menyadari akan kewajiban yang harus diemban dan dilaksanakan berdasarkan UU No. 3 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolahragaan Nasional pasal 12 ayat 1, yang menyatakan bahwa pemerintah
mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi bidang
keolahragaan secara nasional. Sementara itu, ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah
daerah mempunyai tugas untuk melaksanakan kebijakan dan mengkoordinasikan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan serta melaksanakan standarisasi
keolahragaan di daerah (Penduan
pelaksanaan pengumpulan data SDI nasional 2007, Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga RI, halaman 3.). Dengan kewenangan yang dimiliki tersebut, kita
dan seluruh pelaku olahraga di Jawa Timur tentunya akan berkompetisi secara
sehat dalam melaksanakan pembangunan olahraga, tidak hanya semata untuk
peningkatan prestasi olahraga, tetapi juga dalam upaya peningkatan kebugaran
seluruh masyarakat Jawa Timur.
Sementara ini, telah
diperkenalkan sebuah konsep yang lahir dari anak bangsa, yaitu sebuah gagasan
yang sangat cemerlang untuk mengukur keberhasilan pembangunan di bidang
olahraga. Gagasan tersebut kemudian diperkenalkan dan disosialisasikan kepada
seluruh masyarakat oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia, dan lebih dikenal dengan sebutan Sport
Development Index (SDI), SDI ini, dapat dijadikan acuan dan pegangan dalam
mengukur kemajuan pembangunan bidang olahraga di Jawa Timur. Justru melalui SDI
ini, tidak berarti meninggalkan berbagai strategi pembinaan olahraga
sebelumnya. Bahkan, tujuan tersebut diletakkan dalam kerangka perspektif yang
relevan, yaitu meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan (Penduan pelaksanaan pengumpulan data SDI
nasional 2007, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI, halaman 2.).
Sport
Development Index (SDI) adalah index gabungan
yang mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga berdasarkan empat demensi
dasar, yaitu : partisipasi, ruang terbuka, kebugaran, dan sumber daya manusia.
Besarnya indeks mencerminkan tingkat keberhasilan pembangunan olahraga di suatu
wilayah.
Partisipasi merujuk
pada banyaknya peserta yang melakukan kegiatan olahraga. Ruang terbuka merujuk
pada suatu tempat yang diperuntukan bagi kegiatan olahraga oleh sejumlah orang
(masyarakat) dalam bentuk lahan dan/atau bangunan. Kebugaran merujuk pada
kesanggupan tubuh untuk melakukan kegiatan tanpa mengalami kelelahan yang
berarti. Suber daya manusia merujuk pada banyaknya pelatih, guru, dan
instruktur olahraga dalam suatu wilayah tertentu.
Menjadikan Jawa Timur
atau Kabupaten/Kota sebagai gudang atlet,
memang tidak mudah. Perlu mendapatkan bibit atlet potensi dari seluruh
pelosok Kabupaten/kota. Bagaimana mungkin mendapatkan bibit atlet yang
potensial, bila masyarakat sebagai orang tua tidak gemar dan tidak memahami
arti pentingnya berolahraga. Langkah awal yang harus terlebih dahulu dilakukan
adalah dengan memberikan pemahaman
dengan cara pembudayaan olahraga kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat
akan memahami manfaat dari berolahraga. Semakin besar partisipasi masyarakat
Jawa Timur untuk berolahraga, akan semakin besar pula masyarakat yang ingin
menyalurkan bakat anaknya di bidang olahraga. Bagaimana tingkat Partisipasi
masyarakat akan meningkat dengan baik ? ketika ruang terbuka sebagai tempat
yang diperuntukan bagi kegiatan olahraga dan ketersediaan sumber daya manusia
juga sangat minim.
Keterkaitan empat
demensi dasar pembangunan olahraga, seperti partisipasi, ruang terbuka,
kebugaran, dan sumber daya manusia tersebut sangat erat sekali. Satu dengan
yang lainnya saling mempengaruhi dan akan bermuara kepada peningkatan atlet
berprestasi di bidang olahraga.
Oleh sebab itu,
diharapkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota
secara sinergis beserta KONI & FORMI Kabupaten/Kota perlu
mengembangkan dan mensosialisasikan program pemberdayaan olahraga secara
konkrit kepada seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya terfokus kepada
pembinaan olahraga prestasi saja, namun beberapa olahraga yang bersifat murah.
meriah, massal, menarik dan manfaat juga perlu dikembangkan. Dengan demikian
masyarakat akan mengenal dan semakin sadar akan manfaat yang dirasakan dalam
berolahraga. Melalui aktivitas berolahraga, masyarakat akan memahami manfaat dalam membangun daya
tahan secara mental, fisik dan intelektual serta terwujudnya kondisi kesehatan,
kesegaran, kebugaran dan kenyamanan hidup yang pada gilirannya menjadi modal
utama dalam membangun kualitas sumber daya manusia dan peningkatan prestasi
olahraga.
Beragam jenis olahraga
yang berkembang di masyarakat, tentunya juga harus dikenal oleh masyarakat
lainnya. Tidak hanya oleh kelompok olahraga tertentu saja. Kelompok individu
yang menekuni olahraga prestasi juga harus mengenal keberagaman olahraga
lainnya, dan sebaliknya olahraga rekreasi (olahraga masyarakat) yang berkembang
dimasyarakatpun harus mengenal keberagaman olahraga prestasi. Apabila satu
dengan lainnya saling mengetahui keberagaman dan keberadaan seluruh olahraga
yang berkembang, maka satu dengan yang lainnya juga dapat saling berinteraksi
dan berkomunikasi dengan baik. Tidak hanya itu, dalam hal ini pemerintahpun
diharapkan terlibat langsung dalam pembinaan olahraga, mulai dari penetapan
kebijakan, implementasi kebijakan, hingga penyediaan unsur pendukung bagi
pelaksanaan kebijakan tersebut.
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi merubah perkembangan jaman yang semakin maju, modern
dan dinamis. Tatanan kehidupan masyarakat juga mengalami perubahan yang
mendasar, akibat dari pola dan pikiran hidup manusia. Perubahan tersebut dalam
kenyataannya telah banyak memberikan kemudahan dan kemaslahatan bagi kehidupan
manusia. Namun seiring dengan itu, kemajuan teknologi secara tidak langsung
telah membawa suatu ancaman bagi kehidupan manusia itu sendiri. Modernisasi
teknologi yang ditandai dengan berkembangnya sarana komputerisasi, telah dan
akan menimbulkan perubahan perilaku kehidupan masyarakat, yang semula aktif
berolahraga dan rajin bergerak, menjadi pasif dan malas bergerak.
Kondisi ini, merupakan
ancaman yang disadari dan dirasakan oleh masyarakat yang tinggal diperkotaan.
Menurunnya aktivitas berolahraga akan berdampak kepada kesehatan dan kebugaran
serta timbulnya berbagai penyakit. Kesadaran masyarakat akan hal ini,
menimbulkan hasrat untuk merubah dan mencari berbagai kegiatan untuk bergerak
aktif, berkreasi dan berolahraga sebagai alternatife pilihan. Semakin lama
semakin disadari dan menjadi “tren” untuk merubah pola hidup masyarakat, agar
lebih sehat, bugar dan terhindar dari berbagai penyakit. Dalam kaitan itu,
olahraga merupakan sarana yang ampuh dan efektif untuk dapat mencegah dan
mengatasi persoalan tersebut.
Dampak yang dirasakan
masyarakat terhadap timbulnya berbagai penyakit akibat minimnya aktivitas fisik
yang digunakan, menjadikan peluang yang yang harus ditangkap oleh Pemerintah
Jawa Timur dan seluruh pelaku olahraga dengan meluncurkan beragam program
pemberdayaan olahraga disemua lapisan. Sehingga, konsep empat pilar
keberhasilan pembangunan di bidang olahraga pada SDI dapat tercapai dengan
baik.
Sebagaimana yang
tertuang di dalam buku “Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Olahraga
Masyarakat” , yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Olahraga Direktorat Olahraga Masyarakat, tahun 2002 menyebutkan bahwa
salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam berolahraga adalah mencapai tingkat
kesegaran jasmani yang baik. Masyarakat yang memiliki tingkat kesegaran jasmani
yang prima akan memiliki produktivitas kerja yang tinggi, sehingga diharapkan
mampu meningkatkan produktivitas nasional. Kondisi masyarakat yang demikian
merupakan modal dasar yang sangat kuat dan diperlukan untuk berkelanjutan
pembangunan nasional. Dalam kaitan itu, olahraga merupakan alat yang efektif
untuk meningkatkan kesegaran jasmani masyarakat. Olahraga yang dimaksud
merupakan olahraga dalam bentuk sederhana dan beragam. Aktivitas yang dilakukan
lebih bersifat bermain, spontan, dan tidak terlalu mengikat, dalam arti tidak
dimaksudkan untuk meraih prestasi tinggi, serta tidak terlalu diatur oleh
aturan main yang ketat. Dengan kata lain, kegiatan yang dilakukan itu lebih
bersifat rekreatif. Olahraga semacam itu biasanya dikategorikan sebagai
olahraga untuk mengisi waktu luang (life
time sport) yang dapat berbentuk lari, jalan dan lari (jogging), senam aerobic, dan kegiatan lainnya, seperti tennis
lapangan, golf, panahan, dan bersepeda, yang bertujuan mengembangkan kesegaran
jasmani, sikap sosial, mental, dan keterampilan lainnya.
Beragam olahraga yang
berkembang di masyarakat, yang dapat dijadikan rujukan sebagai alternatife
pilihan dalam meningkatkan kesehatan dan kebugaran di luar olahraga prestasi
adalah olahraga masyarakat (Sport for All).
Sebutan tersebut berubah ketika UU No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional telah menjadikan payung hukum di bidang keolahragaan, yang semula
lebih dikenal dengan sebutan olahraga masyarakat menjadi olahraga rekreasi.
Namun jenis dan ruang lingkup pembinaannya tetap, yaitu terdiri dari olahraga
Massal, olahraga rekreasi, olahraga tradisional, dan olahraga khusus &
rehabilitasi. Apabila semua unsur masyarakat di Jawa Timur
sudah terlibat dan berperan aktif terhadap kegiatan olahraga, harapan keinginan
tercapainya keberhasilan dalam pembangunan olahraga akan diperoleh dengan baik.
Keberhasil tersebut tentunya dapat diukur dari peningkatan prosentase Sport Development Index (SDI) Jawa Timur
setiap tahunnya, yang diketahui dari peningkatan jumlah partisipasi masyarakat
yang terlibat dalam berolahraga, keberadaan ruang terbuka yang signifikan,
peningkatan jumlah kesehatan dan kebugaran pada masyarakat, peningkatan jumlah
SDM (pelatih, instruktur, dan guru olahraga) di Jawa Timur. (aka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar